Kenali Gejala Moyamoya pada Orang Muda

8 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Dokter spesialis bedah saraf dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dr Mahar Mardjono Jakarta dr Muhammad Kusdiansah SpBS, menjelaskan bahwa moyamoya adalah istilah dalam bahasa Jepang yang digunakan untuk menggambarkan tumbuhnya banyak pembuluh darah kecil akibat penyempitan pembuluh darah utama.

Dalam acara diskusi daring yang diikuti antaranews pada Kamis (15/5/2025), dr Muhammad Kusdiansah Sp.BS menyampaikan bahwa kata moyamoya yang sebenarnya berarti kepulan asap digunakan untuk menyebut pembuluh-pembuluh darah kecil yang tampak menyebar menyerupai asap pada hasil pemeriksaan angiografi.

“Kenapa ada tumbuh pembuluh darah kecil-kecil yang halus sehingga gambarannya seperti kepulan asap? Karena pembuluh darah utamanya yang besar itu mengecil, dia menyempit, atau istilah kedokterannya, terjadi stenosis, dan pada akhirnya pembuluh darah utamanya hilang,” kata Kusdiansah.

Dalam hal ini, dia melanjutkan, pembuluh-pembuluh darah kecil terbentuk dengan cepat akibat mekanisme tubuh untuk mengompensasi otak yang kekurangan aliran darah akibat penyempitan pembuluh darah utama.

Menurut Kusdiansah, penyebab penyakit moyamoya belum diketahui secara pasti. Namun, faktor genetik diduga berperan dalam perkembangannya.

Dia menyampaikan bahwa penyakit moyamoya banyak terjadi pada orang Asia Timur.

“Datanya itu sangat tinggi di Korea, di Jepang, di China. Kemudian orang-orang yang tinggal di kepulauan Pasifik, French Polynesia, kemudian kepulauan Vanuatu, itu tinggi moyamoya di sana,” katanya.

“Di Eropa dan Amerika, hanya satu dari satu juta orang, kecil sekali. Kalau di Jepang itu satu dari 10 ribu. Indonesia itu kombinasi dari dua-duanya,” dia menambahkan.

Kusdiansah mengatakan bahwa belum banyak kasus penyakit moyamoya yang terdeteksi di Indonesia. Rumah Sakit Pusat Otak Nasional saat ini menangani 40 kasus moyamoya, dan masih tercatat sebagai rumah sakit yang paling banyak menangani kasus penyakit tersebut.

Kusdiansah mengemukakan perlunya edukasi mengenai gejala moyamoya kepada masyarakat untuk meningkatkan temuan kasus penyakit tersebut.

Menurut dia, gejala awal moyamoya mirip dengan gejala stroke, termasuk di antaranya kelemahan pada salah satu bagian tubuh, baal, dan gangguan tidak lazim seperti mendadak mengalami gangguan memori berat pada usia muda.

“Misalnya tiba-tiba ketinggalan mata pelajaran, misalnya dia berprestasi lagi atau sekolah kuliah tapi tiba-tiba jadi sering susah mikir, berhitung jadi enggak bisa, terus nangkep pelajaran jadi susah padahal dulunya pintar. Aneh itu, tiba-tiba nilainya anjlok,” ucap Kusdiansah.

Gejala semacam itu, menurut dia, seringkali muncul secara tiba-tiba pada anak-anak hingga orang berusia 20-an tahun akibat penyempitan pembuluh darah yang menimbulkan gangguan di pusat kognitif otak, yang dikategorikan sebagai moyamoya.

Penderita moyamoya juga berpeluang mengalami kejadian stroke berulang yang mencurigakan pada usia sekolah.

Kusdiansah mengatakan bahwa gejala moyamoya yang muncul mendadak dan tidak lazim pada usia muda umumnya lebih mudah didiagnosis.

Pada rentang usia ini, anak umumnya masih berada dalam pengasuhan orangtua, yang biasanya akan segera mencari tahu penyebab anak mengalami gangguan yang tidak biasa.

Moyamoya dapat terjadi pada anak usia dua tahun sampai sembilan tahun serta remaja. Orang dalam rentang usia 30 sampai 50 tahun juga bisa mengalaminya. Moyamoya dinilai lebih membahayakan pada orang-orang dalam rentang usia ini.

“Ini lebih berbahaya, karena biasanya moyamoya-nya disertai dengan tekanan darah yang tinggi,” ujar Kusdiansah.

“Usia 40 tahun, tensi sudah mulai tinggi, 35 tahun itu penelitiannya sudah mulai pra-hipertensi. Artinya pembuluh darah yang kecil-kecil tadi itu kan dibentuknya cepat, pembuluh darahnya tipis, artinya kalau dikombinasi dengan hipertensi, ia akan gampang pecah,” ucapnya.

Dia menyampaikan pentingnya mewaspadai kejadian stroke berulang pada orang berusia 40 tahun, yang dapat terjadi karena kelainan pada pembuluh darah seperti moyamoya.

Dia menyarankan pasien yang sedang menjalani terapi pengobatan penyakit moyamoya banyak minum agar tidak mengalami dehidrasi dan terhindar dari stroke berulang.

“Yang silent moyamoya jangan sampai terkena stroke. Tentunya kita bisa lakukan langkah-langkah pencegahan. Contoh yang paling penting adalah pasien tidak boleh dehidrasi, minumnya harus banyak,” katanya.

Dia menyampaikan bahwa hidrasi penting untuk membantu melancarkan aliran darah ke otak yang terganggu akibat penyempitan pembuluh darah.

Selain itu, Kusdiansah menyarankan penderita moyamoya menjaga tekanan darah agar tidak terlalu rendah dan tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat.

Penderita moyamoya juga disarankan menghindari stres dan panik, karena bisa menyebabkan hiperventilasi yang dapat melebarkan pembuluh darah, memicu stroke berulang.

Kusdiansah menyampaikan bahwa pasien moyamoya bisa menjalani pembedahan atau terapi menggunakan obat pengencer darah guna mencegah stroke dan obat simtomatik untuk mencegah kejang dan nyeri kepala.

“Pembedahan ada bypass atau revaskularisasi langsung. Selain pembedahan, tentunya diikuti dengan rehabilitasi,” dia menambahkan.

Dia menjelaskan bahwa terapi penanganan moyamoya dinilai berhasil ketika revaskularisasi atau pembuatan aliran darah baru ke otak berhasil dan pasien bebas dari serangan stroke berulang.

Menurut dia, pasien moyamoya bisa kembali beraktivitas setelah menjalani operasi pembedahan tetapi tetap perlu rutin kontrol dan melakukan rehabilitasi medik untuk memulihkan keterampilan fisik seusai stroke.

Kusdiansah juga menyampaikan bahwa pemeriksaan MRI sejak awal bisa mencegah laju perkembangan penyakit moyamoya serta mencegah munculnya masalah baru. 7 ant
Read Entire Article