ARTICLE AD BOX
“Pada dasarnya puisi mengandung unsur musik. Unsur musikalitas itu bisa dieksplorasi menjadi komposisi musik baru,” ujar Arif, yang juga dikenal sebagai penerjemah dan kurator seni rupa.
Dalam sesi bertajuk *"Musikalitas dan Puisi serta Kreasi Alihmedia"*, Arif mengajak peserta memahami puisi tidak hanya sebagai teks tertulis, tetapi juga sebagai medium yang memiliki bunyi, ritme, dan emosi yang dapat dialihmediakan ke dalam bentuk pertunjukan, musik, hingga komposisi gamelan kontemporer.
Menurut alumnus International Writing Program University of Iowa dan pascasarjana linguistik Unud ini, dalam berbagai tradisi seni, puisi telah berkembang menjadi bagian dari musik dan seni pertunjukan. “Hakikatnya dalam puisi, bunyi tidak tercerai dari arti,” tegasnya.
Arif juga menyoroti pentingnya pemahaman terhadap musikalitas puisi, seperti ritme dan metrum. Ia menjelaskan bagaimana puisi dalam tradisi Inggris mengenal struktur seperti *iambic pentameter*, dan menyebut karya Walt Whitman sebagai contoh menarik, meski tidak selalu musikal secara metrikal, namun kaya dengan diksi musikal.
Ia juga menyinggung fenomena musikalisasi puisi di Indonesia, yang banyak dikenal lewat karya Reda Gaudiamo dan Ari Malibu yang membawakan puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Meski populer, model ini menurut Arif perlu dilengkapi dengan pendekatan baru yang lebih eksperimental.
“Musikalisasi puisi tidak harus terpaku pada gaya folk. Ada kemungkinan bentuk-bentuk baru yang bisa muncul dari eksplorasi bebas atas teks puisi,” jelasnya.
Sesi masterclass ini juga mengupas potensi alih media puisi menjadi karya audiovisual, pertunjukan vokal eksperimental, hingga sinergi antara kata, bunyi, dan gerak. Arif menekankan pentingnya koherensi antara bentuk puisi dan bentuk musik, agar adaptasi tidak merusak suasana atau makna puisi yang dibawakan.
Peserta masterclass, Gayatri Pradnya, menyatakan kegiatan ini sangat membuka wawasan. “Acara menarik, banyak manfaat baik ilmu dan pelajaran. Banyak pembicara yang menambah wawasan,” ungkapnya.
Sementara itu, mahasiswa Sendratasik Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Putu Ayu Kartika Dewi, mengaku antusias mengikuti sesi ini karena materi yang disampaikan memperluas perspektifnya tentang hubungan antara puisi dan musik, bahkan hingga ke aspek budaya Jawa Kuno.
Masterclass Mi-Reng Festival merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang digelar di Ketewel, Gianyar, bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta Bentara Budaya Bali. Kegiatan ini menghadirkan berbagai narasumber dengan topik mulai dari sistem pelarasan gamelan, rekaman audio, hingga penciptaan musik baru.