Menteri HAM Natalius Pigai: Tri Hita Karana adalah Fondasi Hak Asasi Manusia

7 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Acara yang berlangsung di Kampus Pusat Universitas Mahendradatta Jalan Ken Arok Denpasar, ini dihadiri 150 orang civitas akademika dan tamu undangan.

Pigai memaparkan bahwa Tri Hita Karana, yang merupakan filosofi hidup masyarakat Bali, mengajarkan keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. “Kita harus sayang kepada manusia, sayang kepada alam, dan sayang kepada Tuhan, Sang Hyang Widi Wasa. Ini adalah Tri Hita Karana,” ujar Pigai. 

Anggota Komnas HAM 2012-2017 ini pun menjelaskan bahwa ketiga elemen ini saling terkait dan harus dijaga agar kehidupan dapat berjalan harmonis. Namun, ia memberikan perhatian khusus pada hubungan manusia dengan alam, yang menurutnya sering kali diabaikan.

Menurut Pigai, alam memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena menyediakan segala kebutuhan dasar, seperti makanan, air, dan udara. “Alam menyiapkan segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia. Alam juga yang menyiapkan medium di mana manusia hidup, tumbuh, dan berkembang,” katanya. 

Ia menambahkan bahwa semua elemen alam, seperti tumbuhan, buah-buahan, binatang, burung, hingga ikan di laut, ada untuk mendukung kehidupan manusia. “Karena itulah kita harus sayang kepada alam,” tegas menteri kelahiran 25 Desember 1975 ini.

Namun, Pigai menyayangkan bahwa hubungan manusia dengan alam sering kali tidak seimbang. Ia menyoroti bahwa ketika manusia bertindak ‘beringas’ terhadap alam, maka alam juga akan memberikan respons yang serupa. “Kalau manusia beringas, alam juga beringas. Kalau manusia sayang, alam juga sayang,” ujarnya.

Ia memberikan contoh bencana alam seperti kebakaran hutan di Australia, gunung meletus, dan banjir di berbagai wilayah, termasuk di Indonesia seperti Sumatera Utara dan Banten, sebagai akibat dari perilaku manusia yang merusak lingkungan. “Saya tidak menyalahkan masa lalu, tetapi kita harus belajar dari peristiwa-peristiwa itu,” tambahnya.

Pigai juga mengaitkan kerusakan lingkungan dengan perkembangan hak asasi manusia (HAM) generasi ketiga, yaitu hak atas lingkungan. Ia menyebutkan beberapa peristiwa besar yang memicu kesadaran dunia akan pentingnya hak ini, seperti bencana Chernobyl pada 1986, Fukushima di Jepang, dan kasus lumpur Lapindo di Indonesia. “Kejahatan manusia dan industri menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk pemanasan global, yang mengancam kehidupan manusia dan ekosistem,” paparnya. 

Oleh karena itu, Pigai menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab HAM, yang sejalan dengan nilai Tri Hita Karana dalam mencintai alam.

Selain isu lingkungan, Pigai juga menyampaikan gaya kepemimpinannya yang sederhana dan anti-korupsi sebagai teladan dalam menjalankan nilai-nilai HAM. Ia berbagi cerita bahwa dirinya sering menggunakan motor saat bertugas di Bali dan menolak fasilitas mewah seperti mobil dinas Alphard. “Saya menteri yang suka menantang penegak hukum jika ada ketidakadilan. Kalau kita jujur dan tidak korupsi, kita tidak perlu takut,” ungkapnya.

Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Dewan Pembina Universitas Mahendradatta yang juga anggota DPD RI Perwakilan Bali, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, dan Rektor Dr Ni Ketut Wiratmy SH MH. Kuliah umum dimoderatori oleh Kaprodi Magister Ilmu Hukum, Dr Erikson Sihotang SH MH, dan diakhiri dengan sesi diskusi interaktif. 

Read Entire Article