ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali - Sebanyak 1.564 ekor sapi telah melintasi Bali selama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengeluarkan izin sementara lalu lintas ternak sapi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Pulau Jawa melintasi wilayah Bali pada 23-27 April 2025. Meski telah melalui standar kesehatan hewan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan Pangan) Bali akan melakukan evaluasi untuk mengetahui keberadaan penyakit hewan yang mungkin ada setelah izin perlintasan sapi dari luar pulau ini diberikan.
Kepala Distan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada mengungkapkan izin melintas yang sejatinya diberikan hingga tanggal 30 April 2025 telah ditutup sejak 28 April 2025. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan lalu lintas sapi NTB melalui jalur laut telah memadai. "Tiyang setop tanggal 28 April, tiyang sudah sampaikan kepada Kadis NTB agar tidak lagi mengeluarkan rekomendasi melalui Bali. Kita setop karena info dari Mataram sudah bisa diurai, sudah ada kapal angkut lagi. Kita juga tidak mau berlama-lama Bali dilintasi sapi dari NTB," ujar Sunada dikonfirmasi, Kamis (1/5).
Sunada mengatakan, selama izin melintas diberikan ada 61 truk dan 1 mobil pick up yang membawa 1.564 ekor sapi dari NTB. Kendaraan pengangkut itu melintas melalui jalur selatan Bali yakni Jalan By Pass Ida Bagus Mantra dan Jalan Denpasar-Gilimanuk.
Sebelum memasuki wilayah Bali Pemprov Bali meminta agar dilakukan pemeriksaan dokumen dan hasil uji dari kendaraan. Hewan ternak juga harus dikarantina sesuai peraturan saat di pelabuhan transit di Bali. Adapun Pemprov NTB harus melengkapi dokumen persyaratan sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengawasan Lalu Lintas Hewan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Penyakit Hewan Lainnya di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misalkan, sapi tidak menunjukkan gejala klinis antraks minimal 20 hari sebelum hewan tersebut dikirimkan atau divaksinasi antraks yang dibuktikan dengan surat keterangan vaksinasi.

Kepala Distan Pangan Bali I Wayan Sunada. –IST
Sunada mengatakan Distan Pangan Bali memiliki tim yang mengawal setiap kendaraan pembawa sapi NTB dari Pelabuhan Padangbai hingga Pelabuhan Gilimanuk. "Kita jaga ketat, jangan sampai ada yang berhenti di tengah jalan apalagi istirahat sampai mengeluarkan kotoran, nggak boleh. Kita kawal dari Padangbai sampai Giiimanuk dengan bantuan Dinas Perhubungan supaya diperlancar kendaraan yang khusus mengangkut sapi dari NTB," kata Sunada.
Sunada mengatakan, Bali saat ini telah mampu mengendalikan penyakit antraks dan PMK yang pernah merebak beberapa tahun lalu. Dengan standar yang sudah diterapkan tersebut, Sunada yakin tidak akan terjadi penularan penyakit hewan sapi seperti antraks atau PMK (penyakit mulut dan kuku) di Bali. Namun, pihaknya tetap akan melakukan evaluasi dengan melakukan pemeriksaan ternak maupun kandang sapi di Bali. Apalagi muncul kabar adanya korban meninggal di Lombok (NTB) akibat tertular penyakit antraks.
"Kita evaluasi nanti walaupun kita jaga ketat masuk dari Padangbai, kita spraying dulu sesuai dengan SOP, ada segel, kita tetap lakukan evaluasi. Nanti kita sampling," ujar Sunada. "Ada beberapa berita katanya di Lombok ada yang meninggal akibat antraks kita cek melalui dinas yang menangani peternakan dan pejabat otoritas veteriner di NTB, ternyata nggak ada," pungkasnya.
Sunada juga menegaskan bahwa larangan masuknya sapi dari luar Pulau Bali masih tetap diberlakukan secara ketat. Izin perlintasan sementara sapi NTB via Bali tersebut diberikan secara terbatas dan dengan sejumlah syarat ketat untuk mencegah risiko penyebaran penyakit hewan seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Antraks. Sesuai hasil zoom meeting dengan Kementerian Pertanian, maka telah dibuatkan mitigasi risiko saat melalulintaskan truk-truk pengangkut sapi tersebut dari Provinsi NTB menunju Provinsi Jawa Timur melalui Provinsi Bali. Ternak yang melewati Provinsi Bali harus memenuhi persyaratan kesehatan hewan sesuai dengan yang tercantum dalam Permentan 17 Tahun 2023. Terkait dengan penyakit Antrax, ternak sapi yang akan dilalulintaskan tidak menunjukkan gejala klinis pada saat akan dilalulintaskan, berasal dari sumber ternak yang tidak ada kasus paling kurang 20 hari sebelum dilalulintaskan, dan/atau telah divaksinasi Antrax yang dibuktikan dengan surat vaksin.
Alat angkut yang dipergunakan dan ternak sapi diperiksa kelengkapan dokumen dan dilakukan tindakan karantina (biosekuriti) dan penyegelan agar tidak terjadi bongkar muat selama perjalanan. Segel hanya dapat dibuka di Pelabuhan Gilimanuk oleh Pejabat Karantina untuk pemeriksaan dan dilakukan penyegelan kembali untuk diperiksa di Pelabuhan Ketapang. Persetujuan lalu lintas via Provinsi Bali hanya bersifat sementara. “Perlu kami tegaskan bahwa larangan masuknya sapi dari luar Pulau Bali masih berlaku. Yang kami izinkan hanyalah lalu lintas melintas, bukan untuk tujuan distribusi atau penurunan sapi di wilayah Bali,” kata Sunada.
Sunada menjelaskan, pengecualian ini diberikan setelah Pemerintah Provinsi NTB secara resmi mengajukan permohonan kepada Gubernur Bali, untuk keperluan suplai hewan kurban ke wilayah Jabodetabek menjelang Idul Adha. Meski demikian, Pemprov Bali tetap memberlakukan pengawasan maksimal sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 Tahun 2023. “Kami memberikan sejumlah catatan yang wajib dipenuhi oleh Pemprov NTB. Mulai dari kelengkapan dokumen kesehatan hewan, hasil uji laboratorium, hingga kewajiban karantina di pelabuhan transit di Bali,” tegasnya.
Terkait berita di media sosial perihal terjadinya penyakit Antrax di NTB pada tahun 2021, yang mengakibatkan kematian 5 orang, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, telah mengkonfirmasi ke Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan juga ke Balai Besar Veteriner (BBVet) yang mewilayahi Bali, NTB dan NTT, bahwa tidak ada kematian pada manusia yang disebabkan oleh Antrax.
Syarat lainnya termasuk hewan ternak tidak menunjukkan gejala klinis antraks minimal 20 hari sebelum pengiriman, atau telah divaksinasi dengan bukti surat keterangan resmi. Selain itu, kendaraan pengangkut harus menjalani pemeriksaan ketat, baik dari segi kebersihan maupun hasil uji laboratorium. “Tujuan utama kami adalah meminimalisasi risiko penularan penyakit ke dalam populasi sapi Bali yang selama ini telah dijaga ketat. Tidak ada kompromi soal ini,” ujar Sunada. Ditegaskan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan di titik-titik transit dan berkoordinasi dengan instansi karantina hewan serta aparat keamanan, guna memastikan seluruh ketentuan dilaksanakan di lapangan. 7 adi