Sempat Alot, 4 Rumah Warga Dieksekusi

11 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
TABANAN, NusaBali
Empat rumah warga di Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan akhirnya dieksekusi oleh Panitera Pengadilan Negeri Tabanan karena kasus sengketa lahan. Eksekusi yang berlangsung pada Senin (28/4), dengan penjagaan ketat dari Polres Tabanan sedikit alot karena salah satu pemilik rumah meminta tempo.

Adapun pemilik yang meminta tempo eksekusi adalah I Ketut Muliastra beserta anaknya I Wayan Muliawan. Sementara tiga warga lainnya, I Nyoman Sumandi, I Ketut Dastra, dan I Ketut Witra, merelakan eksekusi tersebut dan sudah mengemasi barang sebelumnya. 

Empat rumah warga yang dieksekusi tersebut atas kasus gugatan sengketa lahan dari Puri Beng yang memenangkan perkara. Kasus ini sebenarnya sudah bergulir sejak dua tahun lalu dan sudah dilakukan sejumlah mediasi, namun tak membuahkan titik terang.

Pantauan di lapangan pada Senin siang, sebelum dilakukan eksekusi Panitera Pengadilan Negeri Tabanan membacakan amar putusan. Singkatnya amar putusan yang dibacakan sesuai Putusan Pengadilan Negeri No 328/Pdt.G/2022/PNTab per 30 Maret 2023 untuk mengosongkan lahan dan membongkar rumahnya serta membayar ganti rugi. 

Namun usai pembacaan amar putusan itu tergugat I Ketut Muliastra dan anaknya I Wayan Muliawan meminta tempo untuk mengosongkan rumahnya. Hal tersebut didasari karena dirinya belum siap rumahnya dieksekusi dan belum memiliki tempat tinggal.

Meskipun ada negosiasi, namun keputusan hukum sudah tetap pihak Panitera Pengadilan tidak memberikan tempo. Sebab sebelum dilakukan eksekusi tergugat telah diberitahu untuk mengosongkan rumahnya. Selain itu dalam hal perpindahan itu, tergugat juga sudah difasilitasi rumah kontrakan untuk ditempati selama tiga bulan. 

Muliawan mengaku tempo diminta untuk persiapan pindah terutama dalam hal upacara agama untuk memindahkan merajan. “Sekarang (kemarin) ada kecuntakaan juga, itu juga dasar kami minta tempo. Selain itu kami juga tidak punya tempat tinggal meskipun sudah disediakan tempat sementara untuk tinggal selama tiga bulan. Daripada buang biaya lebih baik waktu tiga bulan itu kami minta tempo untuk persiapan pindah,” ucapnya. 

Menurut Muliawan keluarga enggan pindah dari rumahnya tersebut seperti tiga rekannya, karena merasa berat. Apalagi rumahnya tersebut sudah ditempati sejak turun-temurun. “Intinya kami ingin mempertahankan rumah ini, untuk yang lainnya (tanah) itu tidak,” tegasnya. 


Kendatipun kukuh, namun secara perlahan rumah Muliawan akhirnya dikosongkan dibantu oleh keluarga dan krama Banjar Bungan Kapal untuk memindahkan barang. Untuk sementara waktu mereka ini akan tinggal di Balai Banjar Bungan Kapal. Karena seluruh barang-barangnya dipindahkan ke balai banjar. 

Sementara tiga warga lainnya yang tergugat I Nyoman Sumandi, I Ketut Dastra, dan I Ketut Witra tampak pasrah. Mereka menyaksikan rumahnya dibongkar satu  per satu dengan alat berat. 

Salah seorang tergugat yang sudah mendahului mengosongkan rumah, I Ketut Dastra mengaku informasi eksekusi sudah diterima lama. Dan saat ini dia sudah membangun rumah di lahan milik keponakannya di Banjar Legung. “Baru bangun semi permanen, seluruh material dan pembangunan rumah dibantu keluarga dan krama,” ujarnya. 

Dia mengaku rela pindah karena memang sudah keputusan dari pengadilan. Dia tidak ingin membuat kesalahan fatal. “Saya keluarga tidak mampu, tidak punya apa-apa, tetapi karena sudah keputusan pengadilan makanya pindah,” kata Ketut Dastra. 

Kemudian dua warga lainnya, I Nyoman Sumandi dan I Ketut Witra, juga sudah membangun rumah. Nyoman Sumandi membangun di Banjar Tunjuk Kelod notabene lahan pembagian keluarga, begitu pun Ketut Witra membangun di lahan pembagian keluarga di kawasan Banjar Legung. 

Kuasa Hukum Penggugat terdiri dari Putu Suta Sadnyana, Yudi Satria Wibawa, Adi Jendra, mengatakan permohonan eksekusi dilakukan karena sudah ada putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap. “Karena sudah keputusan tetap makanya dieksekusi,” jelasnya. 

Menurutnya sebelum dieksekusi mediasi sengketa sudah dilakukan dalam beberapa kali pertemuan, namun tidak membuahkan hasil. Sehingga perkara berlanjut hingga adanya putusan PN tahun 2023. “Eksekusi sudah tertunda, harusnya tahun lalu. Namun karena ada pilkada dan kegiatan adat juga di Desa Adat Tunjuk akhirnya dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri Tabanan,” tandas Suta Sadnyana. 

Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2018 ketika adanya program PTSL. Sengketa muncul ketika pihak penggugat dari Jero Beng ingin mensertifikatkan lahan yang ditempati empat warga dimaksud.

Sertifikasi dilakukan karena pihak penggugat terdiri dari I Gusti Ngurah Anom Rajendra, I Gusti Ngurah Putra Bhirawan, Sagung Ayu Yulita Dewantari, dan I Gusti Ngurah Yudistira, Pramudya Putra mengklaim sebagai ahli waris tempat tinggal empat warga. 

Bukti penggugat mensertifikatkan lahan itu menggunakan SPPT. Dan di sisi lain empat warga ini tidak memilili bukti kepemilikan atas lahan itu, sebab keempat warga ini sudah tinggal secara turun temurun. 7 des
Read Entire Article