Korupsi Air, Warga Ungasan Disidang

1 week ago 4
ARTICLE AD BOX
Perbuatannya ini dituding meresahkan masyarakat khususnya di Desa Pecatu dan Desa Ungasan, Kuta Selatan, terlebih Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Mangutama Badung yang mengalami kerugian senilai Rp 1.211.631.529.

Hal ini diungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu (9/4) pagi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Guntur Dirga Saputra, menjelaskan perkara ini berawal saat terdakwa yang pendidikan terakhirnya SD ini pandai mengakali kesempatan dengan mengajukan permohonan sambungan baru PDAM pada 2017 melalui pembaca meter PDAM Tirta Mangutama, Nyoman Arya Dana alias Komang (penuntutan dilakukan secara terpisah). 

Ia mengajukan sambungan di tanah kosong yang jauh dari pemukiman di Jalan Bangbang Bendot, Desa Pecatu, padahal tanah tersebut bukan miliknya. Dalam pengajuan, Mardiana tidak menyertakan bukti kepemilikan lahan sebagaimana diwajibkan prosedur PDAM.

Untuk mengakali proses administrasi, lokasi sambungan yang sebenarnya di tanah kosong itu ditutupi dengan cara menunjuk rumah milik terdakwa saat proses survei oleh petugas PDAM. “Arya Dana kemudian menyampaikan bahwa proses sambungan bisa dilanjutkan asalkan Mardiana menyerahkan uang Rp 5 juta berikut KTP, KK, dan sketsa lokasi,” terang JPU.

Perbuatan ini melanggar Keputusan Direksi PDAM Nomor 24.1/PDAM/KPTS/2016 tentang Tata Tertib Pelanggan yang mengatur bahwa biaya pendaftaran sah hanya Rp 10.000 dan sambungan harus di tanah milik sendiri. Selain itu, prosedur sambungan baru dalam Dokumen PM-08 Revisi 02 mengatur ketat verifikasi dokumen dan lokasi.

Permohonan sambungan disetujui dan dipasang pada 14 Desember 2017. Dalam dokumen resmi, sambungan tercatat untuk penggunaan rumah tangga dengan jenis pelanggan Rumah Tangga II bukan usaha. Namun faktanya, sambungan digunakan untuk kegiatan usaha penjualan air. Mardiana membangun bak penampungan berukuran 5 meter x 3 meter x 4 meter di lokasi tersebut, kemudian air dari PDAM dialirkan ke bak itu menggunakan pipa sebelum melewati meter air.

Air dalam bak tersebut lalu diangkut menggunakan truk tangki dan dijual ke masyarakat sekitar Pecatu dengan harga Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per tangki berkapasitas 5.000 liter. Selama periode tersebut, diketahui bahwa masyarakat pecatu sedang mengalami susah air bersih, dan terdakwa datang memberikan solusi. 

“Penjualan berlangsung dari tahun 2018 hingga April 2023, tanpa tercatat sebagai konsumsi resmi karena air diambil sebelum meteran. Dengan demikian, Mardiana hanya membayar biaya tetap atau tagihan dengan volume kecil selama bertahun-tahun,” jelas JPU.

Disebutkan dalam dakwaan, selama lima tahun menjalankan usahanya, terdakwa secara rutin memberikan uang kepada Arya Dana sebagai pembaca meter. Setiap kali petugas datang ke rumahnya, Mardiana menyerahkan uang antara Rp 150.000 sampai Rp 250.000 sebagai uang tutup mulut. “Arya Dana yang seharusnya bertugas mencatat pemakaian air pun tidak pernah melaporkan adanya penyalahgunaan, termasuk sambungan ilegal,” tukas JPU.

Atas perbuatannya, Mardiana dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Subsidiari Pasal 5 Ayat (1) huruf a undang-undang yang sama. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. 7 t
Read Entire Article